Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, AHLAN WA SAHLAN! Ikhwani wa Akhwati fillah apa kabar ruhiyah antum antunna hari ini? Luar biasa, Luar Biasa, dan HARUS LUAR BIASA...

Jumat, 17 April 2009

Memahami Amal Dakwah

Kader dalam menjalankan agenda dakwah memerlukan strategi dengan baik, serta memahami apa yang sedang ia lakukan dan apa manfaatnya untuk dakwah.

Beberapa hal yang perlu dipahami terkait amal dakwah antara lain :
(1) memahami tujuan dakwah,
(2) memahami peran dirinya dalam dakwah,
(3) memahami potensi diri,
(4) memahami medan dakwah ( objek dakwah ), dan
(5) memahami makna pengorbanan dan kesungguhan dalam beramal.

Kelima pemahaman terkait amal dakwah ini bisa dibangun dengan latihan langsung beramal dakwah serta di stimulus dengan kaderisasi pasif kepada kader dakwah. Kader dakwah yang memiliki pemahaman yang baik terkait amal dakwah biasanya memiliki visi besar terhadap dakwah itu sendiri, ia punya cita-cita terhadap dakwah, ia punya orientasi dan visi yang jelas terhadap tanggung jawab yang di embannya saat ini dan memberikan dampak semangat yang gigih untuk mencapai tujuan yang ia dan lembaga dakwha harapkan.


Seorang kader yang sudah memahami urgensi dakwah dan mengetahui visi dakwah jangka panjang, akan mempunyai energi lebih untuk bergerak secara terus menerus dalam mewujudkan cita-cita mulia ini. Selain itu ia memiliki semangat pengorbanan, baik itu korban harta, waktu, perasaan, bahkan berkorban hak dirinya seperti waktu istirahat karena ingin memberikan yang terbaik untuk dakwah.


Kualitas kader dakwah saat ini, walau semakin banyak jumlahnya harus tetap dijaga, karena kualitas kader dakwah ini akan membuat kualitas serta asholah dakwah tetap terjaga. Menjadi tanggung jawab bagi kita yang memahami urgensi menjaga kualitas kader ini untuk membangun sistem yang memungkinkan membentuk kader yang berkualitas meskipun jumlah kader semakin banyak bertambah setiap tahunnya.


Semangat.....FULL SPIRIT!!!

Selasa, 17 Februari 2009

Adab Berinteraksi dengan Ikhwah

Ukhuwwah, setelah generasi pertama ummat Islam berlalu, telah hanya menjadi kata-kata penghias bibir kaum muslimin dan khayalan belaka di benak mereka, sampai kita datang dengan ukhuwah islamiyahnya. Kita telah berusaha menerapkannya di kalangan kita dan menginginkan kembalinya ikatan ummat yang saling bersaudara dengan jiwa ukhuwah islamiyah. Memang untuk meng- ukhuwah islamiyah-kan masyarakat, kita harus mewujudkan dahulu dalam kalangan kita sendiri.

Ikhwah berarti saudara sedarah, sekandung. Setiap mu’min kita jadikan sebagai saudara sekandung, lebih dari sekedar teman kerabat. Rukun ukhuwah adalah ta’aruf, tafahum dan takaful. Ta’aruf yang sempurna adalah dengan mengenali seluruh jati dirinya; fisik, pola berpikir (baca: fikroh), dan jiwanya. Hendaknya kita tidak lalai dalam hal ini, sebab akan dapat membawa resiko. Pernah dalam suatu acara mukhoyyam ikhwah, ketika sedang mengadakan perjalanan yang panjang di malam hari melewati bukit-bukit berbatu, jurang yang dalam, menyeberangi sungai nan deras, seorang ikhwah “hilang” dari barisan Setelah cukup lama, peserta baru sadar ada satu anggota yang “hilang”. Pemandu segera menyusur balik dan akhirnya ditemukan. Usut punya usut ternyata ikhwah yang tertinggal tersebut mempunyai penyakit rabun senja. Untunglah dengan izin Allah SWT al-akh tsb selamat, tak masuk jurang.

Demikianlah satu akibat jika kita tak pernah mengenali ikhwah kita sendiri (fisiknya). Dan mungkin al akh yang menderita sakit tersebut sebelumnya juga tak pernah mengenalkan dirinya kepada ikhwah lainnya. Untuk itu bersegeralah mengenali ikhwah sedini dan sesempurna mungkin, sebaliknya kita juga mengenalkan diri kita kepada ikhwah. Selanjutnya tafahum dan takaful akan terwujud serta membentuk bangunan yang kuat seiring dengan kadar soliditas ukhuwah kita.

Adabut Ta’amul Ma’al Mas’ul (Ketua/Pimpinan)

Dalam da’wah seorang pemimpin mempunyai hak orang tua dalam hubungan ikatan hati, dan ustadz dalam hubungan memberikan ilmu. - Seperti halnya seorang syaikh dalam hubungan tarbiyah ruhiyah. - Menjadi pemimpin dalam hubungan dengan kebijakan politik bagi da’wah secara umum dan da’wah kita menghimpun seluruh nilai-nilai ini.

1. Taat

Yaitu melaksanakan perintah dan merealisasikannya dalam kondisi semangat atau malas dan dalam kondisi sulit ataupun mudah. “Wajib atas seorang muslim mendengar dan taat, dalam keadaan senang maupun benci, kecuali perintah untuk maksiat, karena tak ada ketaatan terhadap makhluq dalam bermaksiyat kepada Allah” (HR. Muslim).

Jama’ah, dalam merealisasikan tujuannya pastilah membutuhkan jundi yang taat dan memahami akan tuntutannya. Ingatlah juga syurut tajnid Asy Syahid Hasan Al Bana; faham, ikhlash, amal, jihad, pengorbanan, taat, tajarrud, tsabat, ukhuwwah, tsiqoh. Tuntutan demikan amatlah logis dan tidak mengada-ada. Organisasi jahat kaliber internasional pun menuntut hal yang identik demikian, bahkan kadang tidak logis. Para agen Mossad Yahudi bahkan tak segan-segan untuk membunuh anggotanya jika terbukti berkhianat.

Jama’ah da’wah tidaklah demikian, orang boleh masuk dan tak akan menahan yang mau keluar darinya. Masing-masing akan memetik buahnya sendiri, baik di dunia maupun di akhirat. Jama’ah kita mempunyai tujuan yang amat mulia, perjuangannya melibatkan antar generasi dalam rentang waktu yang tak terbatas, menegakkan kalimattullah hiyal ‘ulya sampai dunia ini musnah. Hanya tentara Allah SWT sajalah yang mampu menegakkannya, bukan orang yang leda-lede.

2. Tsiqoh
Yakni tentramnya jiwa dengan seluruh yang keluar darinya. Ibarat seorang tentara yang merasa puas dengan komandannya, dalam hal kapasitas kepemimpinannya maupun keikhlasannya, dengan kepuasan yang mendalam yang menghasilkan rasa cinta, penghargaan, penghormatan serta ketaatan. “Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka esuatu keberatan terhadap sesuatu keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (An Nisa’ (4):65).

Pemimpin adalah unsur penting dalam dalam da’wah; tak ada da’wah tanpa kepemimpinan. Kadar tsiqoh yang timbal balik antara pemimpin dengan yang dipimpin menjadi neraca yang menentukan sejauhmana kekuatan sistem jama’ah, ketahanan khthithah-nya, keberhasilannya mewujudkan tujuan, dan ketegarannya menghadapi tantangan. Tsiqoh kepada pemimpin adalah segalanya dalam keberhasilan da’wah. Untuk mengetahui kadar ke-tsiqoh-an dirinya terhadap mas’ul-nya bertanyalah kepada diri sendiri dengan tulus mengenai beberapa hal sbb:
- Sejauhmana mengenal mas’ul tentang riwayat hidupnya


- Kepercayaan terhadap kapasitas dan keikhlasannya.

- Kesiapan menerima perbedaan pendapat dengan mas’ul, dan mas’ul telah memberi perintah dan atau larangan yang berbeda dengan pendapat kita.

- Kesiapan meletakkan seluruh aktivitasnya dalam da’wah, dalam kendali mas’ul.


3. Minta izin
Jama’ah mengetahui segala kondisimu dan selalu ada hubungan ruh dan aktivitas dengan jama’ah. Sebenarnya bergerak dalam suatu jama’ah adalah tugas, tanggung jawab, amanat yang harus dipikul oleh pemimpin beserta seluruh anggotanya. Kesemuanya harus terkoordinasi rapi ibarat sebuah bangunan yang kokoh bershaf-shaf. Tidak boleh saling menelantarkan, berperilaku bahaya dan saling membahayakan. Tidak menyempal dari jama’ah atau hilang dari “peredaran” jama’ah dalam kurun waktu tertentu. Harus ada jalinan komunikasi yang efektif serta terus menerus ber-musyarokah.

Asy Syaikh Musthafa Masyur pernah memberi taujihat yang luar biasa: “Mutu jama’ah tergantung dari mutu harokah (gerakan), mutu harokah tergantung dari mutu musyarokah (berserikat), mutu musyarokah tergantung dari mutu muhawaroh (komunikatif, saling keterbukaan), dan mutu muhawaroh tergantung dari bagaimana mutu ukhuwahnya”.

4. Memuliakan mas’ul
Memuliakan, menghormati mas’ul tidak semata-mata didasarkan kepada diri mas’ul, tetapi karena dirinya dipandang sebagai lambang jama’ah yang mengibarkan bendera Islam untuk menyerukan hidayah ke ummat manusia. Setiap gerakan yang merugikan kedudukan pemimpin akan merusak citra dan keutuhan jama’ah.

5. Merahasiakan nasihat
Di antara sifat mu’min adalah suka nasihat menasehati dengan kebenaran dan saling berwasiat dengan kesabaran. Ketinggian kedudukan mas’ul tidak boleh menjadi penghalang untuk itu, dalam rangka untuk memperbaiki amal dan menghindarkan hal-hal negatif. Tidak boleh merasa berat dalam memberi nasihat, begitu juga mas’ul harus lapang dada, dan bersyukur dalam menerimanya.

“Ad dien itu adalah nasihat. Kami bertanya, ‘untuk siapa?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Bagi Allah, Rasul-Nya, pemimpin-pemimpin kaum muslimin dan orang orang awamnya” (HR. Muslim).

Adapun adab yang harus kita jaga dalam memberi nasihat kepada mas’ul adalah dengan memilih ketepatan suasana dan cara. Paling tidak ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama, berilah nasihat dalam bentuk yang paling baik, dan nasihat tersebut hendaknya diterima menurut bentuknya. Kedua, dengan menasihatinya secara diam-diam berarti telah menghormati dan memperbaikinya. Sebab jika kita menasihatinya dengan cara terang-terangan di hadapan orang banyak, seolah kita telah mempermalukan dan merendahkannya. Ketiga, tatkala memberi nasihat maka hati/niat kita tidak boleh berubah walau sehelai rambut pun. Tidak merasa lebih mulia, tidak menggurui sehingga menjadikan obyek seolah-olah seorang pesakitan yang penuh dengan kekurangan. Rasa cinta dan hormat kepadanya tak bergeser sedikitpun.


Adabut Ta’amul Ma’al Muayyid (Pendukung) / Junud (Prajurit)


1. Tawazun dalam menilai/memuji, mereka bukanlah segalanya sampai tak menghiraukan yang lain, dan tidak pula meremehkan mereka sehingga kita jadikan mereka sebagai kasta rendah tak bernilai.
2. Mendahulukan yang terpenting dari yang penting, dan permulaan yang terbaik adalah menempatkan aqidah dalam hati
3. Sedikit dalam nasihat.
4. Menghindari cara menggurui, meskipun dengan argumen yang jitu.
5. Hindari jawaban langsung atau kritik pedas
6. Hati-hati dari penyia-nyiaan potensi dengan penyembuhan/membuang urusan-urusan yang sepele atau debat yang tak bermanfaat.
7. Menganggap mereka (mad’u) cerdas dan berilmu, maka jangan terlalu memperpanjang dalam menjelaskan yang aksiomatik (badihiyat).
8. Setiap ucapan ada tempatnya, setiap tempat ada perkataannya, “khotibun naas ‘ala qodri ‘uqulihim “ (maka sampaikanlah pada manusia menurut kadar akalnya).
9. Mempelajari kondisinya dan mengetahui akan halnya: Jangan mencacinya apabila terlambat dari kegiatan Jangan memaksanya ke dalam pekerjaan tertentu Jangan membebani melebihi kemampuan
10. “Membina tidak cukup sehari semalam”.
11. Jadilah qudwah baginya dalam segala sesuatu (“amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan” Ash Shoff: 3)
12. Terus menerus dalam menda’wahi sampai tampak hasilnya.


Adabut Ta’amul Ma’al Ikhwah (Saudara-Saudara Seperjuangan)

1. Husnudzon dan memohonkan maaf pada mereka
2. Menampakkan cinta dan menahan marah serta dendam karena kelalaian mereka

“Janganlah kamu meremehkan perbuatan ma’ruf sedikitpun, walaupun sekedar menunjukkan wajah yang berseri ketika bertemu dengan saudaramu” (HR.Muslim)

“…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (Ali Imron:134)

Manusia adalah tempatnya salah dan lalai. Baik diri kita maupun saudara kita tak luput dari sifat itu. Adalah tidak adil jika kita memarahi saudara, apalagi memutuskan hubungan dengannya ketika lalai. Justru yang paling baik adalah dengan menesihatinya. Setinggi-tinggi martabat pergaulan adalah dengan tetap menjalin kasih sayang baik ketika lalai maupun ingat. Seperti itulah salah satu ciri kehidupan masyarakat muslim.


“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka” (Al Fath:29)

Bahkan kadang kala kecintaan itu kita ikrarkan. Abu Kuraimah bin Ma’diy Karib Ra berkata; Bersabda Rasulullah SAW: “Jika seorang mencintai saudaranya, maka beritahukanlah kepadanya bahwa ia mencintainya karena Allah” (Abu Dawud). Sedangkan anjuran untuk menahan marah cukuplah nasihat Rasulullah SAW ketika seseorang datang kepada beliau dan berkata: “Nasihatilah saya”, kemudian Nabi SAW bersabda: “Jangan marah”, kemudian orang itu meminta mengulangi nasihat lagi, jawab Nabi :“Jangan marah” (HR Bukhari). Marah itu menghimpun berbagai kejahatan dan setiap kejahatan membawa dosa, sedangkan menahannya adalah menangkal dosa yang berarti memetik pahala surga. Muadz bin Anas berkata: Bersabda Rasulullah SAW: ”Siapa yang menahan marah padahal ia mampu memuaskannya, maka kelak di hari qiyamat Allah akan memanggilnya di depan sekalian makhluq, kemudian disuruhnya memilih bidadari sekehendaknya” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi).

3. Mendo’akan mereka ketika ghaib.
“Mintalah ampun untuk dosamu sendiri dan untuk kaum muslimin lelaki dan perempuan” (Muhammad: 19)

Wujud ukhuwah Islamiyah yang telah dibina Rasulullah SAW ketika periode hijrah sangat nyata, bukan seruan bibir semata. Mereka saling mengutamakan kebutuhan saudaranya yang baru dibina itu Mereka saling memberikan harta bahkan jiwanya untuk sebuah persudaraan karena Allah SWT. Mereka juga memberikan do’anya.

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: ‘Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman” (Al Hasyr: 10)

Abu Darda’ RA berkata, bersabda Rasulullah SAW: “Do’a seorang muslim untuk saudaranya di luar pengetahuan yang dido’akan itu do’a yang mustajab, di atas kepala orang yang berdo’a itu ada Malaikat yang ditugaskan supaya tiap ia berdo’a baik untuk saudaranya itu supaya disambut: amin wa laka bi mitslin (semoga diterima dan untukmu sendiri seperti itu)” (HR. Muslim).

4. Mengakui pertolongan mereka baik dalam senang atau duka sebagai ungkapan bahwa kekuatannya (baca:kita) tidak mungkin bergerak sendiri dalam kehidupan.
5. Tidak suka mencelakakan mereka dan bersegera untuk menghilangkannya/ menolak.
6. Saling menolong, “tolonglah saudaramu baik saat mendzolimi atau saat terdzolimi, yaitu dengan mencegahnya”.
7. Mempermudah urusan-urusan yang sulit.
Salah satu dari ciri seorang muslim adalah suka mempermudah segala urusan yang dialami saudaranya. “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesulitan” (Al Baqarah:185) “Ajarilah olehmu dan mudahkanlah olehmu dan jangan kamu mempersulit, dan jika salah seorang di antara kamu ada yang marah, maka hendaklah kamu diam” (HR. (Bukhari). Dari Ummul Mu’minin RA: “Jika menghadapi dua perkara, Rasulullah akan memilih yang termudah, jika kiranya tidak mengandung dosa. Maka jika urusan itu mengandung dosa, seluruh manusia harus menjauhinya. Dan apa yang menjadi pendirian Rasulullah SAW dalam menghadapi sesuatu, ialah tidak membalas dendam kepada siapapun jika yang disakiti itu hanya dirinya sendiri, kecuali jika larangan Allah telah dilanggar, maka beliau akan marah, dan membalasnya semata-mata hanya karena Allah” (HR. Muttafaq ‘alaih). Abu Qatadah RA berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW berkata, ”Barangsiapa yang memudahkan kesulitan muslim lainnya, untuk mendapatkan keselamatan dari Allah dari kesulitan-kesulitan hari kiamat, maka mudahkanlah kesulitan (orang lain) atau melepaskan bebannya” (HR. Muslim).

8. Memberikan nasihat.
Tak tersisa dalam hidup ini kecuali tiga kelompok: Seorang dimana kamu mendapatkan bergaul/ma’asyaroh dengannya, kalau kamu menyimpang dari jalur dia meluruskanmu, dan dia memberikan cukup kehidupanmu, tidak ada seorang yang bisa membebanimu, dan sholat di masjid jami’ kamu terhindar dari lupa padanya dan mendapatkan penghalang. (Perkataan Hasan Al Bashri). Dan berkata Al Muhasibiy, “Ketahuilah orang yang menasihatimu sungguh dia mencintaimu, dan barangsiapa yang menjilat kamu maka dia menipumu/mengujimu, dan siapa yang tak menerima nasihatmu bukanlah saudaramu”.

Sumber :
http://www.hudzaifah.org/Article580.phtml

Jumat, 09 Januari 2009

KADERISASI

“…Dakwah ini tidak mengenal sikap ganda. Ia hanya mengenal satu sikap TOTALITAS. Siapa yang bersedia untuk itu, maka ia harus hidup bersama da’wah dan da’wahpun melebur dalam dirinya. Sebaliknya, barang siapa yang lemah dalam memikul beban ini, ia terhalang dari pahala besar mujahid dan tertinggal bersama orang-orang yang duduk. Lalu Alloh SWT akan menganti mereka dengan generasi yang lebih baik dan lebih sanggup memikul beban berat da’wah ini ….“ (Hasan Al-Banna)

Assalamualaikum wr.wb
Ikhwani wa Akhwati fillah apa kabar ruhiyah antum antunna hari ini? Luar biasa, Luar Biasa, dan harus luar biasa.

Akhi dan Ukhti fillah mari kita bersama-sama mulai menebar kembali semangat-semangat da’wah, karena semangat adalah energi yang senantiasa menjaga api itu tetap berkobar. Semoga blog ini dalam keberadaanya dapat kita jadikan sebagai alat diskusi, serta ajang silaturahim yang tidak tersekat oleh jarak yang terlampau jauh dan waktu terasa begitu lama, untuk meningkatkan semangat da'wah kita yang sudah seharusnya kita jaga dan tingkatkan karena kita adalah kader-kader da’wah yang mengemban amanah besar melanjutkan perjalanan mulia dalam da’wah.

Full Spirit adalah KADERISASI dan KADERISASI adalah Full Spirit. Inilah yang harus kita pahami sebagai penerus estafet da’wah, KADERISASI adalah yang senantiasa menebar virus-virus semangat, tak pernah letih dan henti menyemangati saudaranya, tak gentar barang sedetikpun dengan terpaan dan godaan melanda, karena kita adalah kader-kader da’wah, kader da’wah yang lebih memilih jalan yang licin dan terjal daripada jalan yang teduh dan lapang, demi tercapainya tujuan mulia kita, meraih keridhaan di sisi-Nya.

Akhi dan ukhti fillah tugas kita amat sangatlah berat, da’wah ini tidak pernah butuh orang-orang lemah dalam mengemban amanahnya, karena sudah banyak saudara kita yang dulu dengan sabar membimbing, dan tak hentinya menyemangati kita melewati masa-masa yang serba sulit diterpa cobaan mendera, kini mereka telah berjatuhan di jalan ini, tidakah sekarang antum antunna lelah? Didepan sana cobaan akan jauh lebih berat, dan bersiap menguji komitmen kita kembali

“…Kelak Alloh akan mendatangkan suatu kaum yang Alloh mencintai mereka dan merekapun mencintai Alloh, yang bersifat lemah lembut terhadap mu’min dan bersikap keras terhadap orang kafir, yang berjihad dijalan Alloh dan tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela….”(QS.Al-Maidah:54)

“…Dakwah berkembang di tangan orang-orang yang memiliki militansi, semangat juang yang tak pernah pudar. Ajaran yang mereka bawa bertahan melebihi usia mereka. Boleh jadi usia para mujahid pembawa misi dakwah tersebut tidak panjang, tetapi cita-cita, semangat dan ajaran yang mereka bawa tetap hidup sepeninggal mereka….” (Ust.Rahmat Abdullah Alm).

Saudaraku yang di cintai Alloh SWT dan Rosullnya, tetaplah kalian disini, tetaplah kalian berada dalam barisan yang sungguh mulia ini, walaupun jalan inilah dimana keputusasaan, akan menemani kita sepanjang perjalanan ini, mecoba memadamkan bara semangat-semangat da’wah, namun jika kita mampu melaluinya dengan tekad yang kokoh dan semangat juang yang tak kenal lelah, maka kemuliaan dari Alloh SWT adalah balasannya.

Walaupun jalan inilah dimana saat yang lain mulai tertatih-tatih lalu terhenti kemudian menjauh karena begitu beratnya cobaan yang melanda, namun kita sudah berada dalam barisan terdepan mengibarkan panji-panji kemenangan islam, karena tujuan kita hanyalah satu, yakni demi menggapai keridhoan-Nya, bukan yang lain.

Walaupun jalan inilah dimana halang dan rintangan tidak henti-hentinya menggempur kita dari berbagai arah, memaksa kita untuk segera berhenti, segera berbenah dari perjalanan ini, tapi yakinlah bahwa jalan yang kau lalui ini sudah di janjikan surga oleh Alloh SWT di penghujungnya.

Namun jika antum antunna lelah menapaki jalan panjang berkerikil penuh onak dan duri serta tiada akhir ini, dimana kau berjuang sendirian dan tak ada seorangpun ada bersamamu maka yakinlah bahwa Alloh SWT bersama orang-orang yang sabar dijalan-Nya.

Jika antum antunna lelah menapaki jalan panjang berkerikil penuh onak dan duri serta tiada akhir ini, terasa berat untuk kau lanjutkan maka, jangan pernah kau berhenti, jangan pernah kau menyerah, janganlah sekalipun kau melakukannya, hanya satu kata untukmu wahai mujahid mujahidah yakni ……Bangkitlah !! karena sesungguhnya kemenangan akan diberikan kepada siapa saja yang telah berusaha sekuat kemampuannya.

Jika antum antunna lelah menapaki jalan panjang berkerikil penuh onak dan duri serta tiada akhir ini, tak kuasa diri ini jika harus menggapainya maka, bangunlah disepertiga malam, ketuklah pintu-pintu langit, jika berjuta hati mengetuk satu tujuan, satu keinginan, maka akan terasa dahsyatnya kekuatan kita.

Jika antum antunna lelah menapaki jalan panjang berkerikil penuh onak dan duri serta tiada akhir ini, hingga ragu akan niatmu maka, tanyakanlah kembali kepada hatimu, yakini, kemudian kerjakan sebaik-baiknya lalu berdo’a lah, karena Alloh SWT akan pilihkan yang terbaik, yang terikhlas, yang terbersih hatinya untuk mengemban kerja besar membangun peradaban islam yang perjalananya masih panjang dan jauh terbentang.

Dan jika antum antunna lelah menapaki jalan panjang berkerikil penuh onak dan duri serta tiada akhir ini, ingatlah kembali komitmen kita sebagai kader da’wah.

Jika ada seribu orang yang berjuang dijalan Alloh maka salah satunya adalah aku
Jika ada seratus orang berjuang dijalan Alloh maka salah satunya adalah aku
Jika ada sepuluh orang berjuang di jalan Alloh maka salah satunya adalah aku
jika hanya ada satu orang yang berjuang di jalan Alloh maka itu adalah Aku
dan jika tidak ada satupun yang berjuang di jalan Alloh maka syahidku didalamnya.

Da’wah tidaklah butuh kita tetapi kitalah yang butuh da’wah. Berdirilah akhi berdirilah ukhti, ketika yang lain masih terduduk, berjalanlah ketika yang lain baru berdiri, dan larilah skencang kuda perang ketika yang lain hendak berjalan. Itulah KADERISASI.
ALLOHUAKBAR

Wassalam. ASR

Selasa, 06 Januari 2009

Bumi Islam


"Bangkit melawan sampai kemenangan tiba atau gugur sebagai syuhada, karena mundur adalah sebuah pengkhianatan! Mujahid sejati tak akan pernah menyerah dalam perjuangannya meraih 'jannah' yang telah ALLAH SWT janjikan. Dia tidak cari mati, tetapi dia tak pernah takut untuk mati. Karena bagiNya kematian adalah sebuah jalan menuju kehidupan yang lebih baik."

Jumat, 02 Januari 2009

Bagaimana Berdakwah di Kampus

Kami ceritakan kisah mereka kepadamu dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka dan kami tambahkan kepada mereka petunjuk. (QS:Al-Kahfi 13)


Para pemuda dan pemudi merupakan sasaran dakwah yang paling potensial. Mereka berada dalam usia yang penuh vitalitas dan semangat yang dibutuhkan Islam untuk melakukan perombakan ummat. Di antara generasi muda ini, para pelajar dan mahasiswa merupakan potensi terbesar bagi dakwah dan gerakan Islam. Karena itu adalah wajar bila dakwah memprioritaskan pembinaan mereka sebelum pembinaan kelompok lainnya.


Dalam dakwahnya, Rasulullah menjadikan para pemuda sebagai sasaran dakwah yang utama. Beliau juga menjadikan para pemuda yang memiliki kapasitas intelektual yang tinggi di masyarakat sebagai sahabat-sahabat Beliau. Dalam tahapan dakwah awal di Mekkah, tidak ada satu sahabat Beliau pun yang rendah akalnya atau berusia di atas Beliau kecuali Istri Beliau sendiri, Khadijah al Kubro Rodiyallahu anha. Abu Bakar As Siddiq misalnya adalah seorang ahli sejarah Quraisy, Ali Bin Abi Thalib merupakan remaja yang sangat cerdas dan tangkas, menjadi harapan para pemuka Quraisy. Usman Bin affan terkenal dengtan kepandaiannya dalam berekonomi. Umar Bin Khattab merupakan pemuda berwibawa dengan jiwa kepemimpinan yang menonjol. Saad Bin Abi Waqqash terkenal dengan ketangkasan dan kecerdasannya. Sahabat yang lain, kendati tadinya budak seperti Bilal atau Zaid Bin Haritsah, merupakan orang-orang yang memiliki kecerdasan tinggi.

Sikap Rasulullah ini adalah karena Al Qur’an menunjukkan bahwa para pemuda merupakan sasaran dakwah yang potensial dan akan mampu membawa panji perubahan di masyarakat seperti pada kisah Ashabul Kahfi:

Kami ceritakan kisah mereka kepadamu dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk. ( QS:Al-Kahfi 13)

Sebagai generasi muda para pelajar dan mahasiswa memiliki fitrah yang lebih mudah disentuh dengan siraman ruhiyah yang dapat menghasilkan keimanan. Sementara sebagai kalangan intelektual, mereka umumnya memiliki kesiapan untuk menerima Islam sebagai Din Ilmu dan Amal. Lebih dari itu, suasana kampus memberi keleluasaan untuk pengkajian studi-studi Islam. Kebebasan mimbar di kampus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengembangkan dakwah.

Pelajar dan mahasiswa juga terbukti merupakan motor penggerak perubahan masyarakat sepanjang masa. Karena itu pembinaan terhadap mereka perlu mendapat perhatian serius, jangan sampai kita didahului oleh pergerakan yang bathil dan menyesatkan. Kreatifitas dan sifat inovatif mereka merupakan potensi yang penting bagi pergerakan. Itulah sebabnya dalam fiqhud dakwah, merekalah yang paling potensial untuk menjadi anasirut taghyir (unsur-unsur perubah) masyarakat.

Perubahan yang terjadi pada mereka dapat mempengaruhi opini umum masyarakat dan memberi rangsangan bagi kelompok-kelompok masyarakat lain untuk turut berubah. Terbukti misalnya dengan ksus jilbab yang berlangsung pada pelajar SMA umum dan Perguruan Tinggi Umum. Masyarakat menaruh perhatian serius bahkan banyak yang menaruh simpati. Bahkan, diantara kaum wanita umum pun kemudian mulai mengikuti jejak mereka yang berjilbab tanpa canggung atau malu. Yang menggembirakan, sekolah-sekolah Islam yang dikelola kaum muslimin yang tadinya acuh terhadap masalah jilbab, kemudian mewajibkan pelajar-pelajar putrinya berbusana muslimah.

Penerimaan dakwah yang syamilah pun dimulai melalui alur kampus. Bahkan sampai saat ini kegiatan dakwah ini masih berorientasi di sekitar kampus. Memang dakwah tidak boleh terperangkap sebagai gerakan masyarakat kampus tetapi ia tidak bisa menghindarkan diri dari menjadikan para pelajar dan mahasiswa sebagai pelopor-pelopor awalnya.

Manakala dakwah berkembang, maka secara bertahap ia tidak boleh menjadikan kampus sebagai markas utamanya lagi. Kampus hendaknya hanya dijadikan sebagai basis umum pergerakan di kalangan pemuda. Sosialisasi dakwah di luar kampus harus dilakukan dengan memasang strategi dakwah kampus yang sebaik-baiknya sehingga tetap menjadikan kampus sebagai ajang dakwah yang semarak dan pelopor perubahan ummat.

Maka dakwah di kampus bukanlah dakwah takwiniyah tetapi dakwah aamah (harokah zhohiroh), tanpa meninggalkan asholah dalam minhaj tarbiyah. Dakwah aamah di kampus bertujuan membentuk potensi yang akan menambah elemen kekuatan Islam. Takwiniyah (pengkaderan) hendaknya tetap berlangsung bagi para mahasiswa dan pelajar terpilih. Namun aktifitas dakwah takwiniyah ini tidak boleh tampak kecuali hasil-hasilnya. Kampus harus diwarnai dengan dakwah umum yang digerakkan oleh para mahasiswa dalam pengkaderan kita dan terhindar dari bahaya gerakan haddamah baik dari luar Islam maupun dari kalangan kaum muslimin.

Membawa dakwah zhohiroh ke kampus hendaknya menggunakan skala pemikiran yang lebih luas. Di satu sisi, setiap kampus baik yang umum maupun Islam tetap harus dikuasai, tetapi di lain sisi takwiniyah tidak boleh berhenti. Untuk mensukseskan dakwah di kampus hendaknya dipersiapkan keseimbangan pertumbuhan tiga unsur berikut:

1. Kader aktifis dakwah kampus yang mampu berdakwah fardiyah. Mereka hendaknya dikhususkan dalam menunjang dakwah zhohiroh dan ditempatkan sebagai anggota tetap masyarakat kampus: sebagai pelajar, mahasiswa, dosen, atau guru misalnya. Atau sebagai ilmuwan/peneliti yang akrab dengan dunia kampus. Mereka hendaknya mampu menjadi pelopor-pelopor aktifitas dakwah zhohiroh, menjadi qudwah dalam amal Islami dan menjadi tonggak-tonggak Islamisasi kampus.

2. Pengarahan dakwah kampus yang sesuai minhaj, tanpa kehilangan asholah tetapi dapat diterima oleh masyarakat kampus. Ini dilakukan oleh elemen-elemen gerakan dakwah terkait secara hati-hati dan matang, melibatkan aktifis dakwah kampus yang terdiri dari mahasiswa, pelajar, guru, dosen, serta yang memiliki keterlibatan dengan dunia kampus.

3. Berbagai organisasi yang menjadi bungkus pergerakan di kampus, berbentuk lembaga atau organisasi. Sarana ini menjadi pos dakwah yang memiliki satu warna yang khas dan diminati oleh para pelajar dan mahasiswa karena kebersihan dan kebaikan penampilannya. Persiapan yang meliputi fasilitas tidak kami singgung dalam pembahasan di sini.

Dengan tumbuh seimbangnya ketiga persiapan diatas, dakwah di kampus Insya Allah dapat terealisir dengan sebaik-baiknya. Karena dalam kampus kita hanya melakukan dakwah umum maka dalam pembahasan ini kita hanya akan membicarakan:

1. Dakwah Aamah di Kampus. Memperkenalkan tentang pengertian dakwah aamah serta keadaan kampus pada umumnya.

2. Pribadi Aktifis Dakwah Kampus. Menjelaskan sifat-sifat yang sebaiknya dimiliki oleh para aktifis dakwah kampus.

3. Dakwah Fardiyah. Menjelaskan tentang langkah-langkah rekruiting dakwah di kampus serta tahapan-tahapan dakwah fardiyah. Kemudian bagaimana mengajak mad’u ke dalam pengkajian Islam lebih lanjut.

4. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Dakwah. Menjelaskan dasar-dasar yang harus diketahui para penyelenggara dakwah di kampus sehingga dapat melakukan kegiatan dakwah mereka dengan sukses.

5. Untuk Para Mubaligh dan Da’i Kampus. Menjelaskan persiapan-persiapan yang diperlukan seorang mubaligh atau da’i ketika berdakwah di kampus.


(musyarof.net)
Sumber : http://www.hudzaifah.org/Article570.phtml